Narkotika Mengintai Generasi Muda


“Pak, apa boleh saya tetap tinggal di sini?”
“Kenapa, Nak, apa kamu tidak rindu dengan rumahmu?” tanyaku kembali.
“Tidak, Pak!” jawabnya singkat.
Itulah sepenggal cerita dari salah satu residen siswa yang harus direhab akibat penyalahgunaan narkoba di Balai Rehabilitasi BNN Baddoka Makassar. Sungguh sangat miris ketika mendengar hasil curhat dari residen siswa tersebut. Apa yang telah terjadi dengan dirinya? Apakah baginya rumah adalah suatu tempat yang sangat meresahkan? Padahal umurnya baru menginjak 14 tahun, kelas 2 SMP.

Penyalahgunaan narkoba semakin hari semakin meningkat. Sekalipun saat ini pemerintah telah menyatakan perang terhadap narkoba, namun peredaran barang haram tersebut tetap merajalela di pelosok tanah air. Perlu diketahui bahwa orang yang mengalami kecanduan adalah orang sakit, di mana menurut istilah medisnya mereka mengidap penyakit kronik kambuhan yang artinya pecandu itu tidak bisa sembuh tapi hanya bisa pulih atau berhenti yang sewaktu waktu dapat kambuh kembali atau relapse. Dalam hal ini penyakit tersebut menyerang sistem saraf sehingga membuat otak seorang pecandu tidak mampu lagi berkembang seperti orang normal pada umumnya. Hal ini disebabkan oleh banyaknya sistem saraf yang terputus akibat zat adiktif yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu perlakuan yang paling tepat bagi seorang pecandu adalah merehabilitasi bukan malah memenjarakan mereka.

Perlu diketahui bahwa pemerintah telah menyediakan wadah tempat rehabilitasi dalam hal ini BNN. Semua biaya yang dibutuhkan oleh para pecandu itu dibiayai oleh negara alias gratis termasuk fasilitas tempat tinggal, biaya makanan dan keperluan sehari hari pecandu seperti alat mandi. Di Makassar sendiri, Balai rehabilitasi BNN Baddoka diresmikan pada tahun 2012 oleh bapak wakil Presiden RI, Prof. Dr. Boediono, M.Ec, yang hingga saat ini masih tetap semangat untuk merehabilitasi para pecandu narkotika.

Adapun kebutuhan seperti rokok bagi para pecandu yang merokok, maka pihak keluargalah yang menyediakan hal tersebut. Meski demikian, konsumsi tetap dibatasi. Dalam sehari mereka hanya diberikan jatah sebanyak 5 batang yakni pada pagi setelah makan, snack siang pada jam 10.30, setelah makan siang, snack sore jam 16.30, dan setelah makan malam. Tapi itu hanya berlaku bagi program rumah jangka panjang atau 6 bulan dan rumah re entry (rumah persiapan sebelum selesai program) sedangkan untuk rumah jangka pendek yakni program 3 bulan mereka hanya mendapat jatah sebanyak 3 kali dalam sehari yakni saat selesai makan pagi, siang dan malam. Khusus untuk rumah Maturity (pecandu wanita) dan House of Teen tidak di perkenankan untuk merokok.

Dalam tulisan ini saya tidak akan terlalu banyak membahas tentang rumah program atau aktifitas yang dilakukan oleh residen yang di rehab Balai Rehabilitasi BNN Baddoka Makassar, akan tetapi penulis tertarik membahas tentang kisah para pecandu remaja terkait apa yang membuat mereka menjadi pecandu.
House of Teen adalah salah satu rumah program bagi pecandu di lingkungan Balai Rehabilitasi BNN Baddoka, dalam hal ini bagi pecandu usia remaja yakni usia 12 tahun hingga 18 tahun. Namun cenderung untuk usia 18 tahun kebanyakan di tempatkan di rumah jangka panjang atau janga pendek dikarenakan tingkat pemakaian mereka tergolong parah. House of teen adalah rumah program yang baru-baru ini dibentuk. Jumlah usia pecandu remaja yang semakin hari semakin meningkat, menjadi dasar terbentuknya Program untuk rumah Remaja ini.

Di indonesia 40 % pecandu adalah usia remaja Ada banyak hal yang membuat remaja di tanah air menjadi seorang pecandu. Terkhusus di Sulawesi Selatan, para remaja menjadi pecandu dikarenakan faktor kurangnya perhatian dan pengawasan yang dilakukan oleh orang tua terhadap pergaulan remaja yang semakin hari semakin parah. Dampak ketidaksiapan kita menyambut era yang berbasis modern ini membuat kita kewalahan untuk menyaring segala hal buruk tersebut. Tapi faktor pengawasan adalah hal yang paling utama seperti salah seorang densi, sebut saja NB. NB saat ini baru berusia 12 tahun namun ia sudah menjadi penyalah guna zat adiktif jenis lem fox, tramadol, Nikotin, alkohol dan beberapa kali sudah mencoba shabu sejak kelas 2 SD. Keterangan yang didapatkan dari anak pertama dari 3 bersaudara ini adalah dia jarang tinggal di rumah dikarenakan selalu ditinggal kerja oleh kedua orang tuanya. Dari situlah ia mencari tempat untuk menghilangkan rasa bosan dengan bergaul bersama orang yang sudah dewasa. Faktor inilah yang membuat ia mulai mengenal rokok, alkohol, lem fox, tramadol hingga shabu. Kasus ini tak jauh berbeda dengan WR yang masih berusia 14 tahun. Anak bungsu dari delapan bersaudara ini terpaksa dirawat inap di Balai Rehabilitasi BNN baddoka Makassar karena kasus penyalahgunaan narkoba jenis rokok, alkohol, lem fox, tramadol, magic mushroom atau yang dikenal jamur tahi sapi hingga shabu. WR juga mengalami nasib yang sama dengan NB, yakni kurangnya perhatian dan pengawasan orang tua hingga menyebabkan ia mencari komunitas dengan usia yang lebih tua darinya.

Kasus WR ini membuat penulis meneteskan air mata. Saat menyelesaikan program, ia tidak mau pulang ke rumah. Sambil meneteskan air mata ia meminta untuk tetap tinggal di balai. “Saya tidak mau pulang, Pak. Di rumah saya tidak pernah ditegur ketika melakukan kesalahan, di rumah saya tidak pernah ditemani belajar oleh kakak maupun orang tua saya, tidak pernah ditanya bagaimana sekolahmu, apa ada PR dari gurumu. Saya tidak mau pulang,Pak. Lebih baik saya di sini saja ada bapak dan ibu yang selalu memberikan perhatian”. Itulah kata kata yang keluar dari bibir polosnya. Namun saya tidak dapat berbuat banyak untuk bisa mengikuti kemauannya.

Berbeda dengan kedua kasus di atas, WH lebih parah lagi. Remaja berusia 15 tahun tersebut dengan terpaksa harus direferalkan ke rumah sakit jiwa dikarenakan pemakaian yang sangat parah dan mengakibatkan gangguan jiwa. Dari keterangan sepupu WH yang juga direhab di tempat yang sama, WH mulai aktif mengkomsumsi Lem Fox sejak kelas 1 SD dan juga sempat mencoba memakai obat jenis tramadol. Keseharian WH yang tidak mendapat perhatian dari orang tua menjadi penyebab WH terjerumus menjadi seorang pecandu.

Beberapa kasus kecil yang sempat penulis ceritakan dalam tulisan di atas, bukan bermaksud untuk menghakimi atau menggurui orang tua, tapi lebih kepada mengajak orangtua untuk memberikan perhatian yang lebih kepada anak mereka. Tidak bisa penulis pungkiri jika tugas dan tanggung jawab sebagai orang tua tidaklah gampang, harus bekerja keras untuk mencari nafkah menghidupi keluarga, memikirkan untuk pendidikan anak ketika kuliah nantinya, dan memberikan uang jajan untuk anak. Tapi satu hal yang perlu kita sadari bahwa anak sebenarnya sangat membutuhkan waktu kita. Sebisa mungkin luangkan sedikit waktu dari kesibukan kita untuk mereka, tanyakan tentang kegiatan mereka di sekolah, apakah ada tugas dari guru atau tidak, siapa saja teman mereka baik itu di sekolah maupun di sekitar rumah, periksa isi kamar, tas maupun gadget mereka. Sadar atau tidak, perhatian sekecil itu bisa menyelamatkan masa depan mereka.

Tapi jika ada anak atau keluarga yang sudah terlanjur kecanduan, alangkah baiknya untuk membawa mereka ke rehabilitasi, baik itu swasta atau milik pemerintah seperti BNN, bukan malah membuang mereka dari keluarga karena di tempat rehabilitasilah mereka diajarkan untuk bagaimana menghadapi tekanan tanpa harus mengkonsumsi barang haram tersebut. Semoga tulisan ini bisa berguna bagi kita semua. Salam maju bersama mencerdaskan Indonesia. say no to drugs.

(Dikunjungi : 71 Kali)

.

Apa Reaksi Anda?

Terganggu Terganggu
0
Terganggu
Terhibur Terhibur
0
Terhibur
Terinspirasi Terinspirasi
1
Terinspirasi
Tidak Peduli Tidak Peduli
0
Tidak Peduli
Sangat Suka Sangat Suka
0
Sangat Suka

Komentar Anda

Share