Proteksi Dini Bahaya Gadget pada Anak melalui Pendidikan Karakter demi Terwujudnya Generasi Emas Indonesia


Sumber Gambar: https://www.google.co.id/search?q=pendidikan+karakter&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwirifyUs8XcAhUOWX0KHQCYD4sQ_AUICigB&biw=1093&bih=530#imgrc=8zGV13Bn3JvLGM:

Pendidikan merupakan sentra utama dalam mencapai tujuan Negara Republik Indonesia yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan peran semua kalangan mulai dari pemerintah, pendidik dan tenaga kependidikan, tenaga non-kependidikan, pebisnis, masyarakat, dan orang tua. Pendidikan ibarat tubuh manusia  yang saling saling berkaitan dan memiliki fungi masing-masing. Begitu pula dengan dunia pendidikan setiap elemen dalam dunia pendidikan saling berhubungan dan berkaitan, apabila ada salah satu elemen yang tidak berjalan dengan baik maka akan berdampak pada elemen-elemen yang lain. Sehingga dibutuhkan keserasian, kerjasama, dan kekompakan semua elemen dalam dunia pendidikan demi terciptanya generasi emas Indonesia yang sesuai dengan jiwa dan karakter pancasila.

Seiring perkembangan zaman begitu banyak perubahan yang terjadi terutama perkembangan era teknologi. Hampir segala aktivitas kita semua berbaur dengan teknologi. Melek teknologi adalah harga mati dan hal ini menjadi perhatian serius untuk semua kalangan. Memasuki era digital membawa banyak dampak terhadap kehidupan manusia, apakah itu dampak positif ataukah dampak negatif.  Dampak positif tidak menjadi sebuah masalah namun yang menjadi masalah adalah dampak negatif dari teknologi tersebut. Salah satu perkembangan teknologi adalah gadget yang merupakan suatu kebutuhan bagi manusia terutama dalam hal berkomunikasi jarak jauh. Hampir semua penduduk Indonesia adalah pengguna gadget, tak pelak semua kalangan dari yang muda sampai yang tua secara tidak langsung harus bersentuhan dengan gadget.

Pengguna telepon seluler (ponsel) di tanah air mencapai 371,4 juta pengguna atau 142 persen dari total populasi sebanyak 262 juta jiwa. Artinya, rata-rata setiap penduduk memakai 1,4 telepon seluler karena satu orang terkadang menggunakan 2-3 kartu telepon seluler.[1] Data ini menunjukkan bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan konsumsi gadget terbesar di dunia. Gadget seakan menjadi sebuah kebutuhan primer bagi penduduk Indonesia, menghipnotis mereka untuk terus menggunakan gadget. Sejumlah aplikasi yang ditawarkan menjadi daya tarik bagi pengguna gadget untuk terus menggunakannya dan tidak lepas dari benda ini.

Melalui benda ini apa pun dapat diakses dengan menggunakan jaringan internet, mulai dari yang berbaur positif sampai yang berbaur negatif. Gadget sebagai sarana untuk mencari informasi dari belahan dunia manapun, informasi yang dapat menambah khasanah keilmuan ataukah menjadi bumerang bagi pengguna gadget. Hal inilah yang harus diantisipasi oleh para orang tua dan masyarakat tentang bahaya gadget bagi anak mereka. Secara psikologis anak usia PAUD, SD, SMP, dan SMA masih belum bisa dilepas atau dibiarkan untuk menggunakan gadget. Hal ini berdampak pada perkembangan kejiwaan mereka, sebagai penghambat perkembangan psikologisnya yang berefek kecanduan atau dikenal dengan istilah nomophibia. Di sisi lain penggunaan gadget pada anak akan berdampak pada kesehatan terutama kesehatan mata. Sekarang anak usia SD banyak yang menggunakan kacamata rabun dibandingkan dengan zaman dahulu anak usia SD hampir tidak ada yang menggunakan kacamata rabun. Peran orang tua dan masyarakat sebagai agen terdekat menjadi penentu nasib anak bangsa ke depan. Hal ini sejalan dengan konsep “tri sentra pendidikan” yaitu orang tua, sekolah, dan masyarakat sebagai tempat untuk menanamkan nilai-nilai karakter yang tertuang dalam butir-butir pancasila.

Menurut penulis untuk membentengi anak dari perkembangan teknologi, terlebih dahulu kita harus mengetahui konsep “tri sentra pendidikan” yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara. Konsep pertama menyatakan bahwa  pendidikan pertama kali didapat oleh anak melalui keluarga yaitu orang tua. Dimana peran orang tua sangatlah penting dalam menentukan jalan hidup anaknya ke depan. Mulai dari lahir sampai usia pra sekolah anak mulai dibekali pendidikan karakter, seperti menanamkan nilai-nilai agama, akhlak, dan budi pekerti. Agar nantinya setelah memasuki dunia yang baru,   mereka dapat mengatasi problem-problem yang ada. Melalui pendidikan karakter, orang tua dapat menanamkan nilai-nilai luhur yang dapat dijadikan sebagai perisai di kehidupan mereka yang akan datang yang penuh dengan tantangan. Pendidikan agama dan  akhlak serta budi pekerti inilah yang akan membentengi dan menjembatani mereka dalam mencari jati diri mereka yang sesungguhnya.

Konsep kedua menyatakan bahwa setelah keluarga, pendidikan diperoleh melalui sekolah atau satuan pendidikan. Di tempat ini anak mulai diajarkan atau diperkenalkan tentang bagaimana hubungannya dengan sang pencipta, bersosialisasi, bekerjasama, menghargai, toleransi, dsb. Setiap tingkatan pendidikan memiliki peran dalam menghantarkan peserta didiknya mencapai manusia pancasila yang berkarakter. Perkembangan psikologis anak pada setiap tingkatan berbeda-beda, penanaman pendidikan karakter paling banyak diberikan pada tingkatan PAUD dan SD. Pada masa ini daya tangkap anak pada nilai-nilai dalam bentuk sikap lebih cepat dan mudah tersimpan dalam memori otak mereka. Ibarat pepatah mengatakan seperti melukis di atas batu. Selanjutnya akan menurun secara perlahan pada setiap tingkatan pendidikan. Sehingga peran setiap satuan pendidikan dalam menanamkan pendidikan karakter sesuai dalam kurikulum 2013 sangatlah penting dan menjadi sebuah kewajiban bagi para tenaga pendidik dan kependidikan.

Selanjutnya selain keluarga dan sekolah, masyarakat juga memiliki andil besar dalam menentukan nasib anak bangsa kedepennya. Lingkungan masyarakat adalah lingkungan yang paling rentan terhadap radikalisasi ancaman-ancaman yang dapat membahayakan para generasi bangsa. Mengapa demikian? Karena lingkungan masyarakat merupakan lingkungan yang dapat diakses oleh siapa pun tanpa terkecuali, sehingga nilai-nilai negatif dapat tercipta dari luar apabila tidak ada tindakan preventif dari pihak terkait. Di lain sisi anak lebih banyak menghabiskan waktu luangnya setelah pulang sekolah adalah di lingkungan masyarakat. Oleh karena itu, setiap aparatur pemerintah di setiap tingkatan harus dibekali tentang peran mereka dalam menciptakan dan membangun lingkungan yang religius, ramah, asri, dan bebas dari ancaman sosial. Selain itu, mereka juga harus mengetahui perannya dalam menanamkan nilai-nilai karakter sesuai dalam kurikulum 2013 agar tercipta generasi emas bangsa yang berkarakter pancasila.

Menurut penulis, pendidikan karakter merupakan suatu usaha menanamkan nilai-nilai pada anak untuk membentuk akhlak dan kepribadian anak bangsa dalam rangka meningkatkan derajat dan martabat bangsa Indonesia.  Melalui pendidikan karakter akan tercipta generasi yang dapat menghadapi perkembangan zaman yang belakangan ini ramai diperbincangkan oleh khalayak umum yaitu revolusi indistri 4.0. Ada banyak tantangan ke depan yang akan dilalui para generasi bangsa mulai dari tantangan kemajuan teknologi, perubahan budaya dan sosial, politik, ekonomi, dsb. Konsep pendidikan karakter harus diberikan kepada anak sejak usia dini sehingga mereka dapat bertumbuh kembang menjadi generasi pancasila yang nantinya dapat melanjutkan estafet pembangunan bangsa ini menuju negara maju.

Sejuta masalah yang dihadapi negara ini tak kunjung selesai dari tahun ke tahun mulai dari tingkat pengangguran, kemiskinan, meningkatknya angka kriminalitas, dll. Mengapa hal ini terjadi? Karena kualitas pendidikan di negara ini yang masih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Rendahnya kualitas pendidikan di negara ini disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya: rendahnya kualitas tenaga pendidik, pemerataan pendidikan, pengelolaan pendidikan, pembiayaan pendidikan, tantangan perkembangan teknologi, dsb. Pendidikan merupakan penopang kemajuan bangsa, majunya suatu bangsa disebabkan karena kualitas pendidikan mereka yang bagus. Marilah kita semua bahu membahu mulai dari kalangan pemerintah, tenaga pendidik dan kependidikan, tenaga non-kependidikan dan masyarakat menyusun kebijakan yang dapat mengatasi atau meminimalkan problem yang mendera bangsa ini. Melalui penanaman pendidikan karakter dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat, Insya Allah akan menghantarkan bangsa ini pada titik kejayaan.

Dalam mencapai tujuan pendidikan nasional peran serta keluarga dan masyarakat sangatlah dominan. Keluarga sebagai pendidik pertama dan masyarakat sebagai lingkungan tempat bersosialisasi bagi anak menjadikan kedua tempat ini sebagai wadah pertama dalam menanamkan dan mengajarkan nilai-nilai yang tertuang dalam pendidikan karakter. Berdasarkan hasil pemikiran penulis peran keluarga dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional dapat diuraikan sebagai berikut: (1) memberikan pola asuh yang baik kepada anak agar tercipta generasi yang berkarakter pancasila, (2) sebagai wahana penanam nilai-nilai pendidikan karakter agar tercipta anak yang religius, berakhlak mulia, dan berbudi pekerti baik, (3) sebagai tempat melatih, membiasakan, dan membimbing anak berprilaku baik sesaui yang tertuang dalam pendidikan karakter, (4) membangun hubungan yang baik antara semua anggota keluarga sehingga tercipta keluarga yang harmonis, (5) memberikan edukasi tentang peran anak baik di lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat, (6) memberikan contoh yang baik tentang sikap religius, berakhlak mulia, dan berbudi pekerti baik.

Selain peran keluarga, masyarakat juga memiliki peran dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional demi terwujudnya generasi yang berjiwa pancasila yaitu sebagai berikut: (1) sebagai ruang untuk bersosialiasi bagi demi membentuk karakter yang diinginkan dalam pendidikan karakter, (2) menyediakan fasilitas bagi anak untuk menumbuhkembangkan segala potensi yang ada dalam diri mereka, (3) membangun hubungan yang baik antara seluruh lapisan masyarakat termasuk di dalamnya anak demi terwujudnya insan yang berjiwa pancasila, (4) memberikan atau membimbing anak dengan kegiatan-kegiatan positif seperti mengajarkan al-qur’an, mengajarkan pola hidup sehat, menghargai dan menjaga lingkungan, dll.

Dengan mengetahui peran serta keluarga dan masyarakat maka nantinya memudahkan segala program-program pemerintah dapat terlaksana dengan baik untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Selain sekolah sebagai sentra pendidikan utama bagi anak, lingkungan keluarga dan masyarakat memiliki urgensi peran dalam menghasilkan generasi-generasi yang berkualitas dalam menghadapi setiap tantangan perkembangan zaman. Marilah kita semua berpegangan tangan menghadapi segala problem dan tantangan pendidikan, untuk membentuk karakter bangsa yang mulai tergerus oleh budaya-budaya luar yang tidak sesuai dengan jiwa pancasila.

Setiap perkembangan zaman memiliki tingkatakan dampak terhadap generasi bangsa. Tantanganan semakin berat seiring perkembangan teknologi dimana informasi dapat secara bebas diakses oleh setiap kalangan tanpa pandang bulu. Apalagi negara Indonesia adalah salah satu pengguna gadget terbanyak di dunia, sehingga peluang terciptanya perilaku menyimpang dari anak-anak kita juga semakin besar. Di sinilah peran keluarga dan masyarakat menghalau segala dampak negatif dari kemajuan teknologi sehingga anak-anak kita terbebas dari tipu daya perkembangan zaman. Pendidikan karakter menjadi solusi utama mencegah para generasi bangsa terperdaya oleh dampak negatif dari perkembangan teknologi terutama gadget. Keluarga menjadi benteng utama dalam penanaman pendidikan karakter, benteng kedua yaitu masyarakat, dan yang terakhir adalah sekolah. Jika ketiga-tiganya bersinergi maka saya yakin segala dampak negatif dari perkembangan teknologi dapat dihalau.

Salah satu kebijakan pemerintah untuk menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter adalah dengan merevisi kurikulum agar dapat menyesuaikan perkembangan zaman. Sekarang kurikulum yang umum dipakai di Indonesia adalah kurikulum 2013 meskipun masih ada sekolah yang masih menggunakan kurikulum KTSP. Kurikulum 2013 adalah kurikulum terbaru yang menekankan pada penanaman sikap (afektif) kepada peserta didik agar memiliki kepribadian yang sesuai dengan amanah dalam pendidikan karakter. Aspek kognitif, psikomotor, afektif dalam kurikulum 2013 haruslah berimbang sehingga nantinya SDM yang dihasilkan yaitu SDM berkualitas yang terampil, memiliki attitude yang baik, berwawasan luas, dan memiliki kemampuan yang mumpuni.

Kurikulum 2013 sudah melalui beberapa kali revisi, sehingga para guru masih bingung arah dan tujuan dari kurikulum 2013. Hal ini berdampak pada peserta didik yang kian hari makin tidak dapat dikendalikan oleh guru. Selain itu, sosialisasi penerapan kurikulum 2013 masih kurang teruatam di daerah 3T. Padahal kurikulum 2013 sudah diterapkan di seluruh sekolah di Indonesia. Inilah bukti kurangnya persiapan semua kalangan dalam mengimplementasikan kurikulum 2013. Memang berat untuk mengganti kurikulum dan perlu adanya penyesuaian yang membutuhkan waktu cukup lama  untuk betul-betul bisa diaplikasikan di setiap sekolah.

Dari tahun ke tahun berbagai masalah yang terjadi dalam dunia pendidikan di negara ini diantaranya: tawuran antar pelajar, peserta didik melawan guru, maraknya kekerasan kepada peserta didik, bulliying, dll. Contoh tersebut merupakan sebagian kecil permasalahan yang terjadi dalam dunia pendidikan. Mengapa hal ini terjadi? Mungkinkah ini pertanda bahwa pendidikan di negara kita semakin merosot atau terpuruk. Pendidikan di Negara kita memang tergolong rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Berdasarkan data Global Human Capital Report diterbitkan World Economic Forum tahun 2017, peringkat Indonesia dalam urusan pendidikan menempati peringkat 65 dari 130 negara. Posisi itu masih jauh tertinggal dari negara-negara anggota ASEAN (Association of Southeast Asian Nations), misalnya Singapura (12), Malaysia (33), Thailand (40), dan Filipina (50).[2]

Untuk mengatasi permasalahan dalam dunia pendidikan di negara kita, banyak cara yang bisa ditempuh.  Berikut ini solusi yang ditawarkan penulis untuk pendidikan Indonesia kedepan yang lebih baik yaitu:

  1. Memberikan perlindungan dan proteksi dini terhadap anak

Anak adalah anugerah terindah yang Allah SWT karuniakan kepada kita untuk melanjutkan estafet kehidupan di dunia. Masa anak-anak merupakan masa untuk bermain. Bermain dan bersosialisasi dengan teman sebaya adalah awal masuknya segala dampak-dampak negatif yang dapat merusak akhlaknya. Memberikan perlindungan dan proteksi dini dengan cara menanamkan nilai-nilai karakter seperti mengajarkan agama, akhlak, dan budi pekerti sejak dini. Jika perlindungan yang diberikan oleh orang tua bagus akan sulit bagi sang anak untuk melakukan perbuatan yang tidak baik atau melanggar norma.

  1. Penanaman pendidikan karakter sejak dini kepada anak

Penanaman karakter pada anak mungkin agak susah, namun hal itu tidak sulit apabila dimulai sejak dini sebelum anak memasuki usia pra sekolah. Karakter adalah sifat yang dimiliki oleh seseorang yang mencerminkan kepribadian dirinya. Karakter yang diinginkan oleh bangsa ini adalah karakter yang berjiwa pancasila yang menghantarkan bangsa ini menuju ke peradaban yang lebih baik. Pendidikan karakter merupakan perwujudan dari kurikulum 2013 yang menekankan pada pembentukan karakter atau perubahan perilaku peserta didik. Penanaman nilai dilakukan dengan memberikan contoh perilaku yang baik, menegur apabila salah, dan menjadi suri tauladan. Peran keluarga, masyarakat, dan sekolah dalam membentuk karakter anak sangatlah penting dan ketiganya harus selalu bersinergi untuk mencetak generasi emas Indonesia yang dapat bersaing kelak di masa yang akan datang.

  1. Ciptakan lingkungan ramah anak

Lingkungan yang baik adalah lingkungan yang dapat membawa kemaslahatan bagi mereka yang menempati lingkungan tersebut. Perkembangan teknologi terutama gadget dapat menjadi sebuah ancaman serius bagi generasi kita sekarang ini. Bagaimana tidak usia yang masih belia sudah dibiarkan untuk memegang gadget tanpa ada pengawasan yang ketat dari orang tua atau masyarakat. Mengatasi hal tersebut susah-susah gampang yang penting ada sinergitas dari semua pihak untuk menciptakan lingkungan ramah anak. Lingkungan ramah anak yaitu lingkungan yang memberikan kebebasan kepada anak untuk bermain dan bersosialisasi dengan adanya fasilitas-fasilitas seperti taman bermain. Dengan adanya taman bermain sang anak akan melampiaskan hasratnya untuk bermain di taman tersebut bukan pada gadget.

  1. Perbaikan kualitas tenaga pendidik melalui kegiatan pelatihan yang berkelanjutan

Tenaga pendidik adalah penentu berhasil tidaknya sekolah dalam mencetak peserta didik yang memiliki karakter pancasila. Semakin baik kualitas tenaga pendidik maka lulusan atau output yang dihasilkan juga akan semakin baik. Begitupun sebaliknya semakin buruk kualitas tenaga pendidik maka lulusan yang dihasilkan juga akan semakin buruk. Salah satu contoh perbaikan kualitas tenaga pendidik adalah melalui program Pendidikan Profesi Guru (PPG). Bahkan sekarang pemerintah membuka seleksi untuk PPG pra jabatan bersubsidi dan PPG dalam jabatan yang diseleksi secara ketat.

  1. Perbaikan sarana dan prasarana terutama di daerah 3T

Selain kualitas tenaga pendidik, sarana dan prasarana juga menentukan keberhasilan dalam dunia pendidikan. Terlebih sekarang tumpang tindihnya sarana dan prasaran di perkotaan dan daerah pedalaman begitu dirasakan. Dengan adanya perbaikan sarana dan prasarana di daerah terutama daerah 3T akan mendukung setiap kegiatan pembelajaran di sekolah sehingga akan memudahkan tercapainya visi dan misi sekolah. Berdasarkan pengalaman penulis selama mengabdi di daerah 3T, sarana dan prasarana sekolah jauh dari kata layak atau bahkan tidak mencukupi untuk digunakan.

  1. Pemerataan tenaga pendidik di seluruh pelosok Indonesia

Berbicara mengenai pemerataan tenaga pendidik berarti berbicara mengenai penyebaran tenaga pendidik yang rata dan adil sesuai kebutuhan setiap daerah. Namun kenyataannya masih banyak sekolah yang belum memiliki tenaga pendidik yang sesuai dengan kebutuhannya. Menurut penulis tenaga pendidik untuk daerah 3T masih sangat minim sehingga biasanya banyak guru yang merangkap jabatan atau mereka diambil dari lulusan SMA yang notabena tidak memiliki kemampuan untuk mengajar. Salah satu jalan yang ditempuh pemerintah untuk mengatasi hal tersebut adalah melalui program Guru Garis Depan (GGD).

  1. Peningkatan kesejahteraan para tenga pendidik

Guru atau tenaga pendidik adalah garda utama dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Karenanya profesi guru haruslah selalu dihargai karena begitu besarnya pengorbanan mereka demi generasi bangsa yang lebih baik. Salah satu cara yang dilakukan pemerintah sekarang untuk mensejahterakan para guru adalah dengan memberikan sertifikasi bagi mereka yang memiliki kualifikasi yang telah ditentukan. Selain itu pemberian tunjangan khusus bagi guru di daerah 3T sebagai perwujudan penghargaan pemerintah kepada para pahlawan pejuang pendidikan di daerah 3T.  Kesejahteraan juga harus diberikan kepada tenaga honorer karena mereka juga adalah bagian dari pejuang pendidikan. Pengangkatan tenaga honorer adalah kabar baik bagi mereka, karena sudah berpuluh-puluh tahun mereka mencurahkan segala pikiran dan tenaga. Inilah yang pemerintah harus lakukan sekarang demi mensejahterakan seluruh guru yang ada di Indonesia.

  1. Perbaikan infrastruktur menuju lokasi sekolah

Sekolah yang bagus tanpa didukung infrastruktur yang memadai mungkin agak sulit untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Banyak kasus yang terjadi di daerah 3T, para guru dan siswa harus melalui rintangan untuk sampai di sekolah. Melewati lautan yang luas, menyebrangi sungai, melewati hutan, melewati gunung, dan menapaki jalan berlumpur. Semua itu adalah makanan sehari-hari bagi siswa dan guru yang mengajar di daerah 3T. Tak heran jika kualitas waktu tatap muka siswa dengan guru di dalam kelas dihabiskan separuh di perjalanan menuju sekolah. Inilah permasalahan pendidikan yang segera harus dibenahi oleh pemerintah agar tujuan pendidikan nasional dapat terwujud. Percepatan pembangunan di daerah 3T adalah solusi bagi pendidikan di seluruh pelosok Indonesia.

  1. Meningkatkan hubungan antara pemerintah pusat dan daerah

Kurangnya komunikasi atau hubungan antara pemerintah pusat dan daerah menyebabkan tidak meratanya pendidikan di Indonesia. Ketimpangan antara pendidikan di kota dengan di daerah adalah bukti bahwa pemerintah belum maksimal dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Perlu adanya perbaikan hubungan dan kerjasama sehingga tercipta sistem pendidikan yang baik.

  1. Sinergitas antara orang tua, sekolah, dan masyarakat

Tri sentra pendidikan ialah konsep penanaman atau pemberian seperangkat nilai religius, budi pekerti, dan ilmu pengetahuan kepada anak. Ketiga sentra pendidikan memberikan kontribusi terhadap perkembangan anak. Lingkungan keluarga sebagai pencetus pertama dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter dilanjutkan lingkungan masyarakat dan terakhir lingkungan sekolah. Jika ketiga-tiganya bersinergi maka saya yakin kualitas pendidikan di negara ini dapat meningkat dan bersaing dengan negara lain.

 

[1] Dkatadata. “Pengguna Ponsel Indonesia Mencapai 142% dari Populasi”. Dkatadata.co.id.(Online). https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/08/29/pengguna-ponsel-indonesia-mencapai-142-dari-populasi. Diakses tanggal 30 Juli 2018. Pada Pukul 08.00 WITA.

[2] Harian Analisadaily. “Membenahi Kualitas Pendidikan Indonesia”. harian.analisadaily.com . (online)   http://harian.analisadaily.com/opini/news/membenahi-kualitas-pendidikan-  indonesia/545175/2018/04/26. Dikases tanggal 30 Juli 2018 pukul 08.30 WITA.

(Dikunjungi : 435 Kali)

.

Apa Reaksi Anda?

Terganggu Terganggu
0
Terganggu
Terhibur Terhibur
0
Terhibur
Terinspirasi Terinspirasi
3
Terinspirasi
Tidak Peduli Tidak Peduli
0
Tidak Peduli
Sangat Suka Sangat Suka
0
Sangat Suka

Komentar Anda

Share