Sejuta Tantangan di Ujung Timur Indonesia


Menjadi guru di pedalaman memang bukanlah pekerjaan yang mudah dibandingkan dengan guru di kota. Begitu banyak rintangan yang selalu mengintai mereka dalam menjalankan tugas yang mulia. Sama halnya kami guru SM-3T, tantangan yang kami alami sangatlah banyak. Mulai dari perjalanan ke tempat tugas, bertahan hidup (bahan makanan), komunikasi, penerangan, dll. Semua itu adalah lika-liku kehidupan di daerah pedalaman. Sebagai seorang guru haruslah bijak dan pandai menyikapi hal itu, kalau tidak, bisa saja kita dikalahkan oleh rintangan tersebut. Marilah kita semua menguatkan tekad dan niat demi pendidikan yang berkeadilan bagi anak-anak pelosok.

Tantangan sudah mulai saya rasakan ketika menuju ke tempat tugas, di mana kami harus melalui dua jalur yaitu jalur udara dan jalur air. Kedua jalur tersebut memiliki resiko yang sama, apabila terjadi kesalahan sedikit saja nyawa yang akan menjadi taruhannya. Selain jalur tersebut, ada juga alternatif jalur yaitu jalur air dan jalur darat. Jalur air ditempuh sekitar 40 menit untuk sampai di pelabuhan. Kemudian perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan sepeda motor dengan panjang rute 42 km dengan waktu tempuh sekitar 4-5 jam.

Tak sampai di situ saja, di tempat tugas hal pertama yang kami harus pikirkan adalah masalah perut. Di tempat ini untuk mendapatkan makanan sangatlah susah. Mengapa? Karena di tempat ini tidak ada penjual yang menetap hanya satu saja, itupun biasa barang yang dijual tidak lengkap untuk memenuhi kebutuhan kami. Memang sebenarnya penjual di sini banyak, namun mereka tidak menetap karena mereka di kapal saja untuk berjualan, kapan saja mereka bisa pergi ke tempat lain untuk berjualan. Apabila hal itu terjadi, kami pun kebingungan untuk mencari bahan makanan. Bagaikan anak ayam kehilangan induknya. Setiap hari menu yang kami makan tidak lepas dari mie dan ikan kaleng. Menu itu mungkin makanan mewah bagi kami, karena tidak ada lagi pilihan lain yang harus dipilih. Kami tidak menghiraukan sehat atau tidaknya yang penting kami bisa bertahan hidup. Terkadang dalam hati ini terbesit rasa bosan, apalah dikata kondisi yang menghendaki. Intinya apa yang kami makan hari ini harus kami syukuri, begitu banyak orang di luar sana yang kelaparan karena tidak mempunyai uang untuk membeli makanan. Kisah ini mengajarkan saya tentang arti kehidupan yang sebenarnya bagaimana kita menghargai setiap apa yang diberikan Tuhan kepada kita.

Tantangan selanjutnya adalah komunikasi, alat komunikasi satu-satunya adalah wifi. Sinyal telepon di tempat ini tidak ada, kita harus menempuh perjalanan sekitar 15 km untuk mendapatkan jaringan. Selama di sini kami berkomunikasi dengan keluarga lewat media sosial sekadar untuk memberikan kabar bahwa kami dalam keadaan sehat. Keadaan ini tidak bertahan lama, karena sebuah insiden di mana wifi yang selama ini kami gunakan dirusak oleh warga yang mengidap gangguan jiwa. Pupuslah harapan kami untuk berkomunikasi dengan keluarga, jalan satu-satunya mencari sinyal di kilometer 15 dengan tantangan yang luar biasa. Kami seolah-olah terasingkan di suatu tempat yang jauh dari keramaian, sinyal untuk berkomunikasi tidak ada, dan setiap malam hanya ditemani dengan gelapnya malam

Suatu kejadian yang membuat hati saya menangis mendengar kabar bahwa ibunda tercinta berpulang ke pangkuan Ilahi. Kejadian ini baru saya ketahui setelah 3 hari Almarhumah meninggal. Semua keluarga sudah berusaha memberikan kabar jauh-jauh hari sebelum meninggal pada saat beliau dirawat di rumah sakit, namun tidak ada orang yang bisa dikabari. Saya terus dihubungi lewat media sosial namun tidak bisa, hubungi teman-teman guru di kota juga tidak ada nomornya. Hingga akhirnya ada teman satu jurusan dengan saya penempatan Distrik Ujung Kia yang terus dihubungi oleh saudara saya, karena dialah satu-satunya yang bisa dihubungi. Alhamdulillah teman saya menerima telepon dari keluarga di kampung yang kemudian memberikan nomor teman-teman guru di kota. Selanjutnya teman-teman guru di kotalah yang memberikan kabar kepada kepala sekolah dan guru-guru senior di tempat saya mengabdi untuk menyampaikan kabar duka tersebut kepada saya. Kepala sekolah langsung mengutus seorang untuk menjemput saya di tempat tugas untuk pergi ke kota. Masih di perjalanan menuju ke rumah salah satu guru senior, di angkot saya menerima telepon dari kakak dan memberikan kabar bahwa ibunda tercinta sudah bepulang ke rahmatullah. Mata ini langsung menetaskan air mata dan hati ini terasa teriris-iris bagaikan tajamnya silet. Saya terus menangis sampai kami turun dari angkot, kesedihan ini tak bisa saya bendung. Inilah kuasa dari yang di atas, semua yang bernyawa pasti akan berpulang ke pangkuan-Nya. Cobaan ini harus saya terima dengan ikhlas dan lapang dada. Semoga Almarhumah mendapatkan tempat yang terbaik di sisi-Nya, diampuni segala dosanya, dihindarkan dari siksa kubur, dan dilapangkan di dalam kubur. Aamiin………

Mungkin bagi orang yang tidak bisa hidup tanpa adanya penerangan di malam hari, tidak bisa bertahan lama di tempat ini. Setiap malam hanya ditemani dengan gelapnya malam, alat penerangan satu-satunya yang digunakan adalah lampu yang menggunakan tenaga surya (solar cell). Alat ini menggunakan tenaga matahari, jadi pada siang hari harus dijemur. Begitu banyak pelajaran hidup yang bisa saya petik selama mengabdi di tempat ini, mengajarkan saya menjadi sosok yang tangguh, mandiri, percaya diri, ikhlas, dan sabar. Tantangan menjadi guru SM-3T sangatlah berat, maka dari itu tidak semua orang terpilih untuk menjalankan tugas ini. Berbahagialah kalian yang terpilih karena kalian itu adalah orang-orang pilihan.

Tantangan selanjutnya yang kami hadapi adalah karakter orang di sini yang keras, emosi mereka yang cepat naik, dan pendendam. Hal ini terbukti selama kami di sini begitu banyak kejadian yang kami alami di antaranya perkelahian dengan menggunakan benda tajam. Penyelesaian sebuah masalah di sini hanya diselesaikan dengan aduh kekuatan, biasanya mereka membawa parang sambil berbicara kasar. Karena prinsip orang di sini nyawa harus dibayar dengan nyawa. Untungnya setiap kejadian kami tidak pernah dilibatkan, kami hanya menonton saja. Karena tenaga pendidikan dan tenaga kesehatan di tempat ini sangatlah dihargai, maka warga tidak sembarang berkasus dengan kami. Namun kasus yang ini berkaitan dengan kami, di mana tempat kami mengajar ditutup oleh pihak distrik dengan alasan karena belum diresmikan secara pemerintahan dari bupati atau dinas pendidikan. Untuk menghargai keputusan dari distrik, kami terpaksa meliburkan sementara siswa sampai waktu yang tidak ditentukan. Waktu terus berjalan hingga 1 bulan, pihak distrik tak kunjung memberikan kabar tentang kapan peresmian gedung SMP. Hingga akhirnya pelaksana tugas kepala sekolah mengambil keputusan  untuk membuka kembali sekolah secara paksa mengingat waktu pelaksanaan ujian sekolah dan ujian nasional semakin mendekat.

(Dikunjungi : 149 Kali)

.

Apa Reaksi Anda?

Terganggu Terganggu
0
Terganggu
Terhibur Terhibur
0
Terhibur
Terinspirasi Terinspirasi
1
Terinspirasi
Tidak Peduli Tidak Peduli
0
Tidak Peduli
Sangat Suka Sangat Suka
3
Sangat Suka

Komentar Anda

Share