Drama 4 Kali UTN dan Hal-hal yang Harus Dirampungkan


UTN bisa menjadi ruang sunyi yang akan menghantui para peserta PPG setelah hasil skor ujian keluar tidak sesuai dengan harapan dan kerja keras yang selama ini telah diupayakan. UTN adalah ambivalensi. Kita membenci dan mencintainya dalam kurun waktu yang serupa. Bagaimana tidak, UTN adalah kata kunci dari sebuah senyuman atau kemurungan. 2,5 tahun yang benar-benar diloyalkan untuk sebuah pengabdian dan dedikasi hasil akhirnya ditentukan oleh 100 jenis soal.

Apakah UTN adalah uji coba produk, gagal atau tidaknya kita ber-SM-3T dan PPG?

I can accept failure, but I can’t accept not trying (Michel Jordan)

Saya ingin sedikit berbagi pengalaman bagaimana terjalnya menembus batas passing grade hingga 4 kali ujian yang begitu melelahkan. Pikiran dan tenaga benar-benar terkuras. Waktu seakan menjadi musuh yang tak kenal lelah menyerang.

Persiapan maksimal dengan pontang panting belajar dan beberapa kali try out bukan jaminan mampu menaklukkan UTN dengan hanya sekali coba. Untuk jurusan saya yang sejak angkatan pertama selalu menjadi bulan-bulanan hasil akhir UTN. Selalu menyisahkan drama kesedihan. Bahkan sepengetahuan saya, beberapa orang angkatan 4 masih harus berjuang untuk persiapan UTN bersama angkatan 5. Teman-teman belum gagal, selama kesempatan masih dimanfaatkan peluang untuk menang masih bisa didapatkan. Berkacalah pada perjuangan heroik Liverpool pada final Liga Champions tahun 2005 yang tak menyerah mengejar ketertinggalan 3-0 sejak babak pertama dari AC Milan. Pada akhirnya pasukan Anfield yang berhasil membawa trofi pulang ke Inggris. Perjuangan tak pernah berhenti selama masih ada keyakinan.

Kunci utama dari menghadapi UTN adalah fokus. Dan itu yang tidak saya miliki ketika itu. Menjelang UTN pertama di saat teman-teman lain sibuk untuk membolak-balik materi ujian. Kosentrasi saya terpecah belah. Di luar UTN ada 2 hal lain yang harus saya selesaikan sebelum masa aktif di asrama selesai. Karena sama-sama bersifat darurat, mau tidak mau saya harus membagi waktu pada keduanya serta yang ketiga yakni UTN. Dalam sehari saya membagi 3 zona waktu pengerjaan agar ketiganya berjalan. Dan itu benar-benar sebuah kesalahan. Hasilnya bisa tertebak, UTN pertama saya gagal. Meski tak sendirian. Kegagalan itu tak saya sesali sebab saya tahu alasan utama kenapa saya gagal melawati passing grade. Pada fase ini hanya 6 orang teman sejurusan saya yang mampu lulus. Itupun dengan nilai yang hanya 4 sampai 5 langkah dari batas kelulusan.

Apakah belajar siang-malam hingga ikut bimbingan tambahan dengan Dosen Pembimbing sudah cukup untuk menghadapi UTN?

Saya rasa tidak. Ada faktor lain yang membuat keinginan untuk lulus itu bisa tidak tercapai jika hal tersebut tidak diperhatikan. Adalah mental yang menjadi kunci lain selain persiapan yang matang. Mental di sini terpecah dua, siap lulus dan siap tidak lulus. Hal pertama mungkin semua siap. Tapi poin kedua menjadi urusan lain. Terkadang gagal membawa kita kepada kesedihan yang susah menemukan titik usainya. Di keadaan seperti inilah mental tetap harus dijaga keseimbangannya. Jika tak mampu merawatnya, ya bersiap saja untuk bertemu kegagalan lain.

Di UTN kesempatan kedua, saya sedikit mengubah strategi. Saya melakukan ekstensi waktu pada persiapan. Meski dua hal kegiatan yang saya sebutkan di awal tetap saya kerjakan, namun dengan porsi pembagian waktu yang sedikit berkurang. Di saat teman-teman lain memilih untuk belajar bersama, saya memilih untuk lebih independen. Dengan menepi di dalam kamar bersama berlembar-lembar teori materi, saya berkontemplasi. Saya menekuni gaya belajar saya sendiri yang cenderung memang lebih suka pada suasana yang tenang.

Tingkat percaya diri saya di UTN kedua ini naik beberapa persen. Tetapi tetap saja ada rasa was-was. Saya tidak boleh terlalu jumawa pada hasil yang masih bisa membuat saya kecewa. Di atas kertas peluang saya untuk gagal masih tetap besar. Saat pengumuman keluar beberapa hari kemudian rasa percaya diri saya termutilasi. Lagi-lagi hasilnya memakan tumbal. Semua rekan sejurusan harus lapang dada menerima hasil tes yang kurang bisa kami percaya itu.

Refleksi besar-besar dilakukan. Beragam amunisi telah dilontarkan. Tapi tetap saja nihil hasil. Teman-teman lain semakin militan dalam belajar. Sebab ini kesempatan terakhir. Jika kembali gagal, ya game over. Saya melihat banyak wajah yang tegang. Seperti diteror oleh kesuraman. Ini yang mesti saya hindari. Mental saya harus tetap sebagai pemenang. Meski kenyataannya saya juga gagal.

Saya masih tetap belajar secara mandiri. Dua pekerjaan lain coba saya singkirkan lebih dahulu. Saya mencoba lebih fokus lagi. Belajar pada sesi ketiga ini sebenarnya tergolong mudah hanya tidak boleh disepelekan. Di tengah-tengah persiapan yang intens saya diperhadapkan dengan sebuah permasalahan personal yang tidak ada sangkut pautnya dengan hal-hal baik di masa depan. Itu yang sempat menganggu kosentrasi dan daya juang saya sebelum menghadapi UTN ketiga. Saya mencoba untuk menyingkirkan hal tersebut sebisa saya dan tetap berkosentrasi pada UTN.

Ujian pun dilaksananakan di salah satu ruangan yang berada di gedung Pinisi UNM. Kali ini saya melihat wajah-wajah yang penuh optimisme pasca ujian. Ini bisa jadi tanda kalau mereka sebentar lagi akan masuk dalam pusaran bahagia. Turut bergabung dengan teman-teman yang telah lulus terlebih dahulu.

Pengumuman hasil UTN ketiga ternyata ditunda. Ini hanya untuk LPTK UNM saja. Sementara LPTK lain telah mengudarakan hasil ujian. Perkara edutour yang menjadi program LPTK adalah penyebab diundurnya pengumuman. Sebagian besar peserta PPG sudah tahu kalau pengumuman sudah ada di meja LPTK. Kesimpulan di kepala kami ketika itu kenapa pengumuman harus diundur adalah masih adanya teman-teman yang tidak lulus UTN. Jika diumumkan sebelum keberangkatan itu bisa memperkeruh suasana edutour dan bisa jadi sebagai bentuk solidaritas akan memboikot kegiatan tersebut. Pihak LPTK sepertinya sudah mengantisipasi hal tersebut dengan menunda pengumuman.

Minggu dini hari saat turun dari bus sehabis perjalanan yang panjang dari Tana Toraja untuk edutour. Kebetulan bus menurunkan kami di dekat gedung Pinisi. Saya ke basement untuk mengambil motor yang sudah diparkir selama dua hari di sana. Saat hendak turun saya bertemu dengan security yang malam itu sedang bertugas. Kami akrab. Kebetulan di awal-awal PPG beliaulah yang bertugas di asrama kami.

“Saya dengar ada yang tidak lulus lagi. Sabar saja Bos, nah.” Katanya sambil menyalami saya dengan tatapan sungguh ambigu dan saya tidak bisa membalasnya kecuali dengan senyuman kecil.

Meski implisit. Tidak secara terang-terangan kata “sabar” itu bisa saya maknakan sebagai “selamat atas ketidaklulusan saya”. Penundaan pengumuman karena masih ada korban yang mesti dijaga perasaannya. Dan orang itu adalah saya sendiri.

Minggu pagi di asrama tidak terlalu geger karena pengumuman kelulusan sudah keluar. Dirayakan dengan sederhana. Luapan ekspresi bagi teman-teman yang lulus tidak terlalu digembirakan secara berlebihan. Mungkin ada satu dua suara yang menyarankan agar memahami kondisi saya dan salah satu teman lagi jurusan PGSD yang juga ternyata belum lulus. Ketika itu saya sedikit bersyukur karena saya yang belum lulus. Saya bisa memetik suatu pelajaran berharga bahwa fokus dan mental baja selalu memainkan peran penting dalam suatu penyelesaian masalah.

Mental saya kuat saat itu. Meski ada titik-titik kekecewaan namun masih bisa saya kendalikan. Padahal ketika ujian tugas saya mudah saja; mengingat jawaban soal-soal UTN tahap 1 dan 2. Karena pada UTN tahap 3 hanya pengulangan soal tahap 1 dan 2 saja. Dan itu tidak bisa saya jalankan dengan baik. Sekali lagi faktor-faktor eksternal tidak bisa dianggap sepele.

Saat menuruni tangga menuju lantai dasar, ketika di asrama kamar saya ada di lantai 4. Banyak mata yang tertuju kepada saya. Tatapan kasihan. Sorotan prihatin. Kata-kata sabar berulangkali saya terima. Selama satu hari itu saya memilih meninggalkan asrama. Saya menghindari kalimat-kalimat tegar yang sebenarnya tidak perlu. Saya tidak roboh hanya kerena belum lulus. Saya rasa salah satu indikator kiamat bukan karena ada peserta PPG yang tidak lulus ujian.

Sampai di sini api harapan tetap saya jaga untuk tetap menyala. Saya tidak bisa gelisah pada hasil akhir. Saya harus menghargai proses yang telah saya jalani sedemikian rupa.

Sehari dua hari kemudian tersiar kabar jika akan ada UTN tahap 4. Ujian tersebut ditujukan bagi semua teman-teman angkatan 1 hingga 3 yang belum lulus. Seperti yang saya katakan tadi, harapan yang terus dijaga akan melahirkan peluang lain.

Saya harus mengulas kembali kesalahan-kesalahan apa yang telah saya lakukan sehingga harus masuk fase ujian 4. Kali ini saya tidak sendiri. Ada beberapa teman yang begitu peduli dengan nasib saya. Siang, sore, malam saya dikawal belajar. Secara bergantian saya ditreatment agar bisa memahami korelasi soal dan jawaban yang tepat.

Ujian tiba. Saya berusaha menghadapinya dengan tenang. Jika ada hal yang perlu dirayakan maka saya melakukannya dengan batas yang tidak berlebihan. Saya optimis sekaligus menyimpan rasa waspada. Jangan sampai kesempatan emas ini bisa melayang begitu saja. Pengumuman keluar 4 hari pasca ujian. Hasilnya mampu membuat saya bisa tersenyum sedikit lebar dan lega. Asrama kembali menjadi tempat yang ramah bagi saya. Tak ada lagi tatapan kasihan itu.

Sekalipun jika saya gagal kembali. Saya tidak bisa mengalamatkan kekesalan ke berbagai penjuru. Saya tidak boleh menuduh siapa saja atau apa saja sebagai biang kerok kegagalan. Sepenuhnya adalah tanggung jawab saya sendiri. Karena yang menjalani saya bukan orang lain. 2,5 tahun sebelumnya ketika memutuskan resign dari tempat saya bekerja dan ikut ber-SM3T adalah keputusan saya sendiri tanpa ada intervensi pihak manapun. Pun jika hasil akhir dari kompetisi ini tidak sesuai dengan harapan, biarlah. Tuhan mungkin saja menakdirkan saya untuk sesuatu yang lebih besar namun hanya tertunda.

Bagi teman-teman yang saat ini sedang berjuang mempersiapkan UTN. Buang jauh-jauh rasa panik akibat mental kalian yang tidak siap untuk menerima hasil akhir. Passing Grade yang mengalami lonjakan batas kelulusan bukanlah hal yang harus membuat kalian takut untuk dihadapi. Ingat, 2,5 tahun itu tidak pernah sia-sia kalian menjalaninya. Kalian bukan produk gagal, ini menjadi jawaban dari pertanyaan di awal tadi. SM-3T dan PPG adalah hal luar biasa yang tidak bisa semua sarjana mampu memikulnya. Skor akhir hanyalah angka penghibur untuk memudahkan kalian mengambil keputusan selanjutnya. Tapi jika belum berjodoh bukan berarti kalian putus kesempatan.

Tetap berjuang. Nikmati detik-detik menuju selesai. Salam lulus.

(Dikunjungi : 2,220 Kali)

.

Apa Reaksi Anda?

Terganggu Terganggu
0
Terganggu
Terhibur Terhibur
0
Terhibur
Terinspirasi Terinspirasi
7
Terinspirasi
Tidak Peduli Tidak Peduli
0
Tidak Peduli
Sangat Suka Sangat Suka
19
Sangat Suka

Komentar Anda

Share